Sabtu, 30 Oktober 2010

Republik Kaum Muda?

“Sebagaian besar rakyat, dan manusia pada umumnya, hanya patuh ketika masih muda, begitu menjadi tua mereka tak dapat diperbaiki lagi” -Rousseau-

Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa salah satu aktor (agen) yang mendorong lahirnya  kemerdekaan republik ini ialah kaum muda. Melalui peristiwa Sumpah Pemuda yang dilangsungkan dua kali  serta penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, pemuda dalam hal ini, ibarat pelecut yang mencibir kaum tua yang beringsut dengan persoalan persatuan dalam mewujudkan kemerdekaan. 

Demikian juga dengan tumbangnya dua pengendali negeri di sepanjang perjalanan republik ini, pemuda juga memiliki peranan yang signifikan. Sehingga tidak salah jika kemudian kaum muda diidentikan dengan pendobrak yang membawa harapan akan pembaharuan, singkat kata perubahan.

Namun ada satu catatan yang perlu digaris bawahi dari sejarah tersebut yakni kaum muda yang telah mendobrak tembok kebobrokan di negeri ini tidak lantas -secara otomatis- menjadi pengendali. Atau setelahnya kaum muda tidak banyak mendapatkan peran utama. Kalaupun (memang dianggap) ada itu pun hanya beberapa atau setelah mereka menjadi sedikit tua. 

Bagaimana jika kemudian kaum muda ditempatkan sebagai pengendali negeri ini? Apakah perubahan ke arah yang diinginkan juga akan terwujud? Jawabannya tentu tidak dapat dipastikan. Namun bukankah sejarah itu salah satunya ada sebagai bahan pembelajaran atas rekaman kesalahan? Dari sini tidaklah tertutup kemungkinan untuk mencobanya -dengan syarat jika saja indikasi tersebut memang benar adanya. 

Akan tetapi jika persoalan intinya adalah mewujudkan keadaan yang lebih baik tentu saja masih ada syarat lain yang harus dipenuhi. Dengan kata lain persoalan ini tidak lantas dijawab dengan penuh simplifikasi atau penyederhanaan yaitu menempatkan persoalan yang ada dalam sebuah aras tunggal yang tidak lain adalah persoalan “sosok” manakah yang lebih baik mengendalikan tapuk kekuasaan? apakah “kaum muda” ataukah “kaum tua”?

Berkaitan dengan persoalan sebuah negeri dalam sebuah uraian Nicolo Machiavelli menyebutkan bahwa:
 Sesungguhnya, tak ada gunanya melihat yang bagus dari berbagai negara yang dikenal demikian korup seperti yang terjadi dibanyak negara lain kecuali Italia. Prancis dan Spanyol juga mengalami korupsi, dan kalau kita menyaksikan tidak adanya kekacauan dan kesulitan yang begitu banyak di negara-negara seperti yang terjadi di Italia, hal itu bukan karena sifat baik rakyatnya, melainkan karena kenyataan bahwa mereka masing-masing mempunyai seorang raja yang tetap mempersatukannya

Dari uraian tersebut, dapat ditengarai bahwa dalam sebuah republik (negara), figur kepemimpinan bisa jadi memang merupakan salah satu faktor yang penting sehingga menjadi mata rantai atas persoalan yang kusut dan semakin mengarat, yang melanda sebuah negeri. Menurut salah satu penggagas republik modern lainnya yaitu Rousseau -meski ada yang telah lama meninggalkan gagasannya karena alasan pendekatan yang tidak dapat dibuktikan- jawaban atas kepemimpinan yang ideal dalam sebuah republik adalah ditangan seseorang yang memahami benar apa itu kepentingan umum. Bagaimana dengan kaum muda?   

Sosok kaum muda di Indonesia memang telah menjawab tuntutan sejarah sebagai pendobrak kebobrokan suatu rezim maupun sistem. Satu bukti yang telah ditunjukkan adalah adanya tekad dan keyakinan yang kuat -meski dibayangi oleh resiko yang tidak ringan yaitu meregang nyawa sendiri. Tekad dan keyakinan ini kemudian memunculkan keberanian yang luar biasa. Sehingga keberanian yang ada bisa dikatakan menjadi salah satu kunci bagi terwujudnya perubahan. 

Namun apakah keberanian yang dimiliki kaum muda sudah cukup untuk menciptakan keadaan yang lebih baik? Dalam konteks republik, pertanyaan ini dapat menjadi: apakah kaum muda telah memahami benar apa itu kepentingan umum? Singkat kata memahami arah yang akan ditujunya dalam mengendalikan negeri ini? Dengan begitu, setidaknya gambaran atas arah tersebut mensyaratkan adanya sebuah pemikiran atau gagasan yang jelas.
  
Dalam sebuah republik, perubahan senantiasa mengarah pada kepentingan umum. Pendek kata, tujuan dari sebuah perubahan adalah kepentingan umum, bukan yang lain. Oleh karenanya untuk mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik, kaum muda hendaknya juga memiliki sebuah gagasan baru yang mencerminkan kepentingan umum. Gagasan ini diperlukan untuk menjawab persoalan-persoalan yang selama ini gagal di selesaikan oleh sebuah gagasan lama. 

Dengan kata lain, gagasan baru yang ada adalah sebuah gagasan yang akan membawa pada tercapainya kepentingan umum. Bagaimana konkritnya? Tentu saja kaum muda harus menemukan sendiri jawabannya. Bagaimana caranya? Tidak lain dan tidak bukan dengan mengetahui sejarah serta kondisi riil bangsa maupun masyarakatnya. Seperti kata Montesquieu bahwa "Semangat yang mendasari Undang-Undang bukanlah hasil ciptaan penguasa melainkan tergantung pada kondisi riil sebuah negara." Jika kemudian gagasan itu akan mewujud dalam Undang-Undang maka gagasan itu tidak bisa tidak muncul dari kondisi riil sebuah negeri itu sendiri. 

Implementasinya tercermin dalam langkah sinergi antara keberanian menuangkan gagasan baru tersebut dalam sebuah kondisi (sistem) yang terlanjur berkarat. Harapannya sistem tersebut dapat dirombak atau diganti demi tercapainya kepentingan bersama. Karena kalau tidak, mustahil perubahan akan tercipta. Dalam hal ini apa yang dikatakan oleh Aristoteles akan senantiasa mengena untuk berulang kembali yakni “kaum muda adalah kaum yang idealis akan tetapi setelah mereka menjadi tua tak ada lagi yang dapat diharapkan karena mereka telah menjadi mapan dan justru berbalik menentang perubahan”.

Akhir kata, jawaban atas pertanyaan yang ditujukan untuk perubahan yang lebih baik adalah keberanian dan integritas atas gagasan baru. Dengan demikian jawabannya tidak terbatas pada sosok manakah yang lebih berhak memegang tampuk kekuasaan melainkan ada dalam jiwa-jiwa yang muda: yang senantiasa menginginkan perubahan dengan bekal konsistensi keberanian dan kreativitas maupun inovasi dalam mengusung gagasan baru. Yang tidak lain mencerminkan kepentingan umum serta diperoleh dari kondisi riil bangsa atau masyarakatnya sendiri. Bukan yang lain!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar